UNNAMED-9

-Reggie POV-

Gue menoleh sekilas saat seseorang di belakang gue menghempaskan cangkir secara kasar. Mungkin lagi patah hati, gue membatin.

“Raizel!” Teriak teman si-cewek-pelempar-cangkir kepadanya. God! Ternyata dia Raizel. Bagus, dia pasti sudah mendengar percakapanku dengan Freya. Sekarang, mungkin dia sudah tak mau lagi melihat muka gue dan itu menyakitkan.

Gue lalu meng-SMS Raizel.

Gue tunggu di halte.

-Raizel POV-

Gue tunggu di halte.

            Untuk apa aku mesti menurutinya? Toh, hatinya juga tidak akan pernah dia berikan untukku. Seharusnya aku menyadari itu dari awal. Mana mungkin residen sesempurna dia tidak memiliki kekasih dan aku dengan begitu mudahnya hanyut dalam perasaan itu. Aku benar-benar bodoh.

Hei, dimana taksi? Aku sudah bolak-balik melihat arloji di tanganku dan tak menemukan taksi kosong sekalipun.

“Zel?” Suara itu memanggilku. Diego lalu membuka helm-nya dan menepikan motor. “Nggak dijemput lagi?” Aku mengangguk.

“Ya udah. Gue anterin.” Dia menggamit lenganku refleks dan aku tidak melepaskan genggaman tangan itu.

“Zel!” Teriak suara berat itu ke arahku. Aku buru-buru melepaskan tanganku dari Diego. “Gue perlu bicara sama lo,”

“Menurut Saya tidak ada lagi yang perlu dibicarakan. Permisi.” Aku membungkukkan badan sedikit dan meninggalkannya. Dia buru-buru menarik lenganku. Aku berusaha melepaskan tarikan itu.

“Zel, dengerin gue!” Pintanya.

“Apa lagi yang perlu saya dengar?’ ujarku sarkastik.

Sorry, gue harap lo nggak berpikir kalau gue bener-bener suka sama lo. You’re too young for me. Lo ngerti?’ Dia memegang kedua bahuku, membawaku persis ke kedua matanya. Tuhan, mengapa tak Kau biarkan dia menjadi milikku?

“Tapi kenapa lo bertingkah seolah-olah lo suka ke gue? Lo cuma mau nyakitin gue?” Tak terasa cairan bening keluar dari pelupuk mataku.

“ Gue cuma..”

“Cuma apa? Cuma mau mempermainkan gue? Gue nyesel gue membiarkan rasa itu tumbuh selama ini. Gue nyesel ketemu lo tiga tahun lalu. Gue berharap nggak pernah ketemu lo,” Aku menghapus air mata yang mulai mengering.

“Tiga tahun lalu?”

“Ya, tiga tahun lalu. Saat lo berusaha menyelamatkan bapak tua yang kecelakaan di deket kampus,”

“Gue nggak pernah nyelametin bapak tua?’

“Lo nggak usah bohong. Gue masih ingat nametag itu dan gue harap lo nggak lupa bahwa lo pernah pinjem pena gue buat nolong bapak itu,” Aku menunjuk nametag yang menempel di snelli-nya.

“Tapi gue bener-bener…”

“Udahlah, gue nggak peduli lagi,” Aku menggamit lengan Diego dan pergi meninggalkannya. Benar-benar meninggalkannya.

2 thoughts on “UNNAMED-9

  1. kazuto, tulisan kamu bagus. kalau jadi novel pasti lebih bagus. hope you can make it as soon as possible.
    oh ya, can you give some good way criticize for my blog too? thank you for your supports,

Leave a comment