KUIS BEST RIVAL – MY TWIN SISTER, MY REAL RIVAL

“Lo nggak perlu ngebohongin diri lo sendiri buat bisa ngalahin dia. She’s your sister, not your rival!”
“Lo tau apa tentang rival? Gue harus dapetin Tristan atau gue sama sekali nggak layak lagi untuk hidup. Seumur-umur, baru kali ini gue bisa hampir ngalahin Hanna.” Gue mendengus kesal, lalu menyedot cepat frappucino di hadapan gue. Sialan, sahabat gue malah lebih pro sama sodara―tepatnya sodara kembar gue yang sok cantik itu.
“Apa lo nggak sadar? Lo itu cuma dikuasai ego. Come on, lo udah dewasa dan gue tahu sebenarnya di dalem hati, lo nggak tega buat hancurin hati sodara lo sendiri.”
“Gue nggak mau nyerah. Gue nggak peduli lo ada di pihak gue atau bukan. Yang jelas, gue nggak bakal ngelepasin Tristan gitu aja. Lo tau kan sulitnya gue bisa dapetin hati cowok itu?” Gue lalu teringat apa yang udah Hanna miliki selama ini. Kebanggaan menjadi ketua tim cheerleaders, mendapatkan beasiswa, teman-teman, dan perhatian mama. Dia selalu bisa membuat orang di sekitarnya menyukai kehadirannya dan itu nggak pernah bisa gue lakuin. Dia ramah, supel, pandai mencairkan suasana dan semuanya itu nggak gue miliki sedikitpun. Dan kali ini, saat gue tahu Tristan malah menyukai gue, gue yakin seratus persen, semua hal yang dia miliki saat ini nggak akan ada artinya lagi. Dia jatuh cinta setengah mati sama cowok tengil itu. Dan, mendapatkan hati cowok itu sama aja membuatnya hancur. Ya, gue mau dia ngerasain gimana saatnya dia nggak bisa dapetin apa yang dia mau.
“Lo sadar gak? Kalo lo ngelanjutin ini, lo nggak cuma ngehancurin hati sodara lo sendiri, tapi juga cowok nggak berdosa yang sekarang mulai jatuh cinta sama lo.”
“Gue nggak peduli. Omongan lo nggak bakal mempan lagi ke gue. Gue udah yakin dengan keputusan gue.” Gue lalu beranjak dari kursi, bangkit. Namun, gumaman orang di belakang gue membuat gue refleks menoleh.
“Jadi selama ini lo nggak benar-benar suka sama gue? Lo cuma mau manfaatin perasaan gue biar sodara lo sakit hati? Lo bener-bener nggak punya perasaan. Gue nggak nyangka bisa suka sama cewek kayak lo.” Ujarnya datar.
“Ini nggak seperti yang lo denger, Tan. Gue beneran suka sama lo.”
“Sayangnya mata dan kepala gue menangkap sebaliknya. Oke, gue keluar dari permainan lo!” Dia lalu meninggalkan gue. Gue yang akhirnya perlahan sadar, kalo perasaan gue ke Tristan udah mulai berubah. Saat gue memandang punggungnya perlahan menjauh, gue sadar kalo sekarang gue beneran suka sama dia. Kok rasanya sakit, ya? Damn!

Leave a comment